Sorowako Jadi Panggung Dialog Nasional: Menteri Kehutanan Dorong “Tambang Jalan Tengah”

waktu baca 2 menit
Sabtu, 14 Jun 2025 15:55 0 1304 Tim Redaksi
 

SOROWAKO – Dalam atmosfer akrab dan penuh makna, Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Raja Juli Antoni, mengangkat tema besar yang jarang dibicarakan secara terbuka: jalan tengah dalam pengelolaan tambang dan hutan. Momen ini terjadi dalam acara ramah tamah bersama jajaran Pemkab Luwu Timur dan manajemen PT Vale Indonesia di TAB Sorowako, Jumat (13/6/2025).

Tak sekadar kunjungan kerja biasa, pertemuan tersebut menjadi ruang reflektif atas model pertambangan berkelanjutan di tengah tantangan konflik agraria dan tuntutan keberlanjutan lingkungan. Turut hadir dalam kesempatan ini Bupati Luwu Timur, H. Irwan Bachri Syam, Wakil Bupati Hj. Puspawati Husler, Komisaris Mind ID Grace Natalie, serta pimpinan Vale dan Forkopimda Lutim.

“Kita tidak bisa terus terjebak dalam dikotomi pembangunan versus konservasi. Perlu pendekatan baru, pendekatan jalan tengah yang saling menguntungkan,” ujar Raja Juli dalam sambutannya yang mendapat tepuk tangan dari para undangan.

Menteri Raja Juli menyebut praktik reklamasi lahan oleh PT Vale sebagai salah satu contoh nyata best practice yang bisa menjadi tolok ukur nasional. Ia menilai bahwa upaya peremajaan lahan bekas tambang di Luwu Timur telah menyerupai hutan alami dari sisi visual, sesuatu yang jarang tercapai oleh perusahaan lain di sektor serupa.

“Kawasan hutan adalah titipan, bukan warisan yang bisa kita habiskan. PT Vale menunjukkan bahwa pertambangan bisa selaras dengan nilai itu,” tambahnya.

Lebih dari itu, ia juga menyampaikan rencana Kementerian Kehutanan untuk merevisi kebijakan nasional agar pendekatan-pendekatan berimbang seperti ini dapat diadopsi luas oleh perusahaan tambang di seluruh Indonesia.

Sementara itu, Bupati H. Irwan Bachri Syam mengangkat isu yang lebih lokal namun tidak kalah strategis: keterbatasan ruang untuk pembangunan pertanian akibat dominasi kawasan hutan. Ia menyebut 70 persen wilayah Luwu Timur masih berstatus kawasan hutan, termasuk lahan-lahan potensial untuk cetak sawah.

“Kami ingin ada ruang diskusi terbuka agar sebagian kawasan hutan produksi terbatas dapat dioptimalkan untuk pertanian produktif. Ini tentang memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa melanggar prinsip keberlanjutan,” tegas Irwan.

Acara yang berlangsung hangat itu menjadi lebih dari sekadar pertemuan antar pejabat. Ia mencerminkan sebuah panggung dialog nasional tentang bagaimana Indonesia bisa menyeimbangkan ekonomi, ekologi, dan kebutuhan sosial masyarakat dalam satu narasi pembangunan yang inklusif. (ech)