Pemerintah Tidak Boleh Menyerah Hadapi Pandemi Covid-19

waktu baca 3 menit
Jumat, 22 Mei 2020 03:53 0 67 Tim Redaksi
 

Oleh: Dr. Muchtar Luthfi A. Mutty, M.Si
(Anggota DPR-RI Periode 2014-2019)

MALILIPOS.COM – Saya terperangah membaca berita yang beredar di media. Ketua Gugus Tugas Covid 19 yang juga Kepala BNPB Doni Munardo mengatakan 81% warga ingin PSBB diakhiri.

Apakah ini sebuah isyarat bahwa pemerintah mulai menyerah dengan keadaan? Atau seperti yang juga banyak beredar di sosial media, Covid-19 akan diserahkan pada herd immunity? Yakni terciptanya imunitas sosial setelah mayoritas warga terpapar Covid-19.

Jika ini benar adanya, ini jelas alarm bagi bangsa kita. Betapa tidak. Masyarakat kita tingkat kesadaran dan disiplinnya menerapkan protokol kesehatan masih sangat rendah. Misalnya dalam menjaga jarak, memakai masker atau cuci tangan secara rutin.

Data per tanggal 17/5 menunjukkan bahwa hanya 7 provinsi yang dalam 14 hari terakhir ada tren penurunan kasus covid 19. Yakni Bali, Jateng, NTB, Kaltim, Kalteng, Kaltara, dan Lampung. 27 provinsi lainnya masih zona merah. Artinya, dalam 14 hari terakhir terjadi tren peningkatan kasus positif per hari. Sejalan dengan itu, data hari ini, Kamis (21/5) menginfokan bahwa terjadi penambahan 973 kasus baru. Tertinggi di ASEAN.

BACA:  Penguasa Jangan Lupa Diri

Konstitusi kita mengamanatkan bahwa negara dibentuk untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Oleh karena itu maka dibentuklah pemerintahan negara untuk menjalankan amanat konstitusi. Upaya melindungi tumpah darah dan bangsa dilakukan pemerintah dengan dua cara.

Pertama, mengatur. Upaya pengaturan ini penting dilakukan agar berbagai kepentingan yang berbeda dan dorongan untuk berbuat “semau gue” bisa ditata. Tujuannya agar tercipta ketenteraman dan ketertiban masyarakat. Tanpa pengaturan, yang terjadi adalah ketidak teraturan.

Thomas Hobbes menyebutnya “homo homini lupus“. Manusia saling menerkam ibarat serigala. untuk melaksanakan fungsi pengaturan, pemerintah diberi hak “allocation authoritative of values“. Membuat berbagai peraturan perundangan. Ketika aturan yang dibuat tidak ditaati oleh masyarakat maka pemerintah berhak melakukan tindakan secara paksa berdasar hukum “legitimate coercive power“.

BACA:  Penguasa Jangan Lupa Diri

Kedua, mengurus. Spektrumnya sangat luas. Prof. Ryaas Rasyid menyebutnya mulai dari “berapa kali sebaiknya rahim seorang ibu melahirkan” hingga ” ke mana jenazah orang yang sudah lama meninggal akan dipindahkan”.

PSBB adalah keputusan untuk membatasi kegiatan orang di luar rumah, melarang kegiatan yang melibatkan banyak orang, mengharuskan bekerja dari rumah, beribadah di rumah. Ini jelas keputusan tidak populer.

Keputusan ini adalah pilihan sulit. Namun terpaksa harus dilakukan karena inilah cara paling efektif untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. PSBB diharapkan dapat menyelamatkan nyawa manusia dari kematian. Disadari bahwa pembatasan pergerakan masyarakat akan berdampak buruk terhadap perekonomian kita.

Pemerintah memang sering dihadapkan pada pilihan sulit saat akan mengambil keputusan. Namun satu hal yang pasti, jangan karena pilihannya sulit lantas keputusan tidak diambil. Ingat, pemerintah berjalan dengan keputusan. Karena lewat keputusan hadir kepastian bertindak.

BACA:  Penguasa Jangan Lupa Diri

Yang penting, diperlukan konsistensi dalam melaksanakan keputusan. Jangan “mencla-mencle”. Pagi tempe sore kedele. Jangan juga menunggu semua orang setuju baru mengambil keputusan. Jangan pula berharap keputusan pemerintah akan mendapat dukungan penuh dari rakyat.

Sebab sebaik apapun sebuah keputusan, pasti ada saja yang tidak merasa puas. Robert A. Dahl mengingatkan hal itu. Dia mengatakan bahwa “no goverment receives indefinitely the total support of the people“. Jika terpaksa keputusan yang tidak populer harus diambil maka harus dipastikan bahwa itu demi kepentingan umum.

Dan kepentingan umum yang tertinggi adalah menyelamatkan nyawa manusia. Ini sejalan dengan asas hukum bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Salus populi suprema lex esto. Maka dengan alasan dan dalih apapun juga, pemerintah tidak boleh menyerah dalam upaya menyelamatkan nyawa rakyatnya. **