Oleh: Fery Firmansyah
(Redaktur Utama Tempo)
Ancaman inflasi tinggi di depan mata. Badan Pusat Statistik menyebut inflasi tahunan pada Juni mencapai 4,35 persen, melesat dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 3,55 persen.
Angka inflasi kali ini juga sudah melampaui sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah maupun Bank Indonesia, yaitu 2-4 persen.
Tingginya inflasi atau kenaikan harga-harga secara umum tak lepas dari kondisi perekonomian dunia. Konflik Rusia dan Ukraina telah mengerek harga energi dan sejumlah komoditas pangan ke level tertinggi.
Walhasil inflasi di sejumlah negara maju juga melesat hingga mencapai catatan tertinggi sepanjang sejarah.
Dampaknya konsumsi masyarakat melemah dan pertumbuhan ekonomi terancam melambat. Dunia pun berada di ambang resesi. Untuk menahan laju inflasi, negara-negara maju mulai mengerek suku bunga acuan.
Ada pula yang menggelontorkan stimulus untuk warga dengan penghasilan terendah.
Indonesia memilih jalan lain, yakni menambah subsidi untuk menahan kenaikan harga bahan bakar minyak.
Tahun ini, belanja subsidi membengkak dari Rp 206,96 triliun menjadi Rp 578,1 triliun karena pemerintah menahan harga Pertalite, Solar, dan elpiji bersubsidi.
Di sisi moneter, Bank Indonesia berkukuh menahan bunga acuan 3,5 persen dengan pertimbangan tingkat inflasi yang masih terkendali.
Dampaknya adalah larinya modal asing mengingat negara-negara maju sudah mengerek suku bunga secara signifikan. Di pasar obligasi, penyerapan surat berharga negara mulai menurun dan imbal hasil obligasi bakal melambung.
Pelaku industri pun menaikkan harga jual produknya karena tak kuat menahan biaya bahan baku yang rata-rata masih diimpor.