Oleh: Galang Saputra
(Mahasiswa Universitas Andi Djemma Palopo)
Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Essay Lawan Covid-19, kerjasama Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Mahasiswa Luwu Timur (PP IPMALUTIM) dengan The Sawerigading Institue (TSI) dan MaliliPos.com
Luwu Timur adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan yang begitu kaya akan SDA (Sumber Daya Alam) bagaimana tidak, hampir seluruh daerah di Luwu Timur masih dipadati oleh hutan-hutan asri yang banyak menghasilkan komoditas-komoditas hasil hutan kayu maupun non kayu dan banyak lahan-lahan yang bisa di berdayakan menjadi lahan ternak maupun pertanian.
Luwu Timur sebaian besar dikelilingi oleh lautan yang juga menjadi salah satu komoditas penunjang perekonomian Luwu Timur, belum lagi hasil bumi yang begitu melimpah seperti nikel dan sejenisnya. Dimana hasil bumi/nikel memberi andil terbesar dalam perekonomian Luwu Timur dalam hal ini PAD, ini bisa dilihat pada data yang dirilis oleh BPS (Badan Pusat Statistik).
Namun apakah dengan kekayaan yang dimiliki oleh Luwu Timur membuat dia akan tahan dalam segala kondisi? Tentu ini relatif, tergantung bagaimana peran pemerintah sebagai otoritas tertinggi.
Saat ini dunia dilanda musibah non-alam Corona Virus Disease (Covid-19) yang begitu membuat resah seluruh masyarakat dunia, pemerintah pun membuat kebijakan-kebijakan sebagai upaya menekan laju atau bahkan memutus mata rantai penularan virus ini, mulai dari himbauan untuk di rumah saja, Lockdown, Social Distance, Physical Distance, hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kebijakan ini tentu sangat berpengaruh terhadap perekonomian, pendidikan, dan aktifitas-aktifitas yang mengharuskan orang untuk berkumpul.
Luwu Timur pun ikut terdampak virus ini, bahkan bisa dikatakan bahwa pemerintah kebobolan dalam hal menangani pandemi ini karena saat penulis menuliskan tulisan ini jumlah yang terjangkit virus Covid-19 dan dinyatakan positif sudah mencapai angka 192 orang, Luwu Timur menjadi daerah ketiga di Sulawesi Selatan yang paling banyak terdampak virus Covid-19.
Jika kita menelaah hal ini menggunakan kaca mata ekonomi mikro tentu Luwu Timur mengalami defisit ekonomi akibat virus ini bagaimana tidak, para pedagang hampir kehilangan pelanggan akibat kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah bahkan ada yang dagangannya harus tutup akibat pelanggan yang hampir tak ada lagi dan juga sebagai upaya agar tak tertular virus Covid-19 dan memilih untuk di rumah saja mengikuti anjuran pemerintah.
Bukan hanya pedagang saja yang harus tutup karena kehilangan pelanggan, hampir seluruh aktifitas provit yang mengharuskan orang berkumpul harus di minimalisir bahkan di berhentikan aktivitasnya untuk sementara waktu.
Dalam hal ini pemerintah harus adil dalam membuat kebijakan, adil dalam artian membuat kebijakan yang mengharuskan masyarakat untuk tetap di rumah saja namun juga harus ada kebijakan berupa tunjangan kepada masyarakat agar masyarakat tetap dapat makan dan bertahan melewati masa-masa yang sulit ini.
Persoalan dana untuk kebijakan berupa tunjangan itu saya rasa pemerintah kabupaten Luwu Timur tidak akan terlalu kewalahan sebab di awal saya sudah jelaskan betapa kayanya Luwu Timur ini, dan juga ada beberapa kegiatan ASN yang tidak berjalan akibat virus ini yang memiliki dana cukup besar seperti perjalanan dinas, study banding dll, yang dananya bisa di alihkan untuk membuat kebijakan berupa tunjangan ke masyarakat.
Saat ini memang ada bantuan dari negara berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai), BST (Bantuan Sosial Tunai) namun pertanyaannya apakah bantuan ini sudah merata ke seluruh masyarakat yang membutuhkan? Apakah bantuan itu cukup untuk seluruh masyarakat Luwu Timur yang membutuhkan?
Lagi-lagi untuk menjawab ini harus menggunakan data, namun untuk saat ini kita bisa mengatakan tidak sebab beberapa aparat desa di Luwu Timur mengaku bahwa data yang di gunakan oleh KEMENSOS untuk menyalurkan bantuan ini tidak valid atau data yang digunakan adalah data beberapa tahun yang lalu sehingga penyalurannya menjadi tak tepat sasaran.
Harapan kita adalah pemerintah harus bersungguh-sungguh dalam hal menangani masalah ini agar masyarakat Luwu Timur dapat bertahan di tengah pandemi ini dan dapat melewati musibah ini tanpa ada caci maki ke pemerintah karena dianggap pemerintahnya tak serius dalam menangani pandemi serta tak memperdulikan masyarakatnya.
Saya ingin katakan bahwa musibah ini tidak hanya menjadi tanggungan pemerintah saja melainkan seluruh elemen masyarakat harus kolektif agar sebisa mungkin pandemi ini dapat berakhir, kita bisa mulai dari melakukan hal-hal kecil seperti mengamini anjuran-anjuran dokter dan menaati aturan pemerintah, serta saling membagi informasi terkait perkembangan virus agar masyarakat tak gegabah dan mengetahui apa yang harus mereka lakukan.
Sebenarnya jika kita membahas terkait pandemi, sekiranya dunia punya pengalaman yang cukup memadai sebab ini bukan hal yang baru dialami oleh dunia, beberapa jenis pandemi sudah pernah menjangkiti masyarakat dunia, mulai dari Dengue atau yang lazim kita sebut demam berdarah, Influenza, Ebola, HIV, dan masih banyak lagi, dan faktanya masyarakat dunia mampu melewati pandemi-pandemi itu.
Harusnya pengetahuan empiris pemerintah terkait pandemi telah memadai sebab begitu banyak peristiwa yang bisa dijadikan referensi dalam mengatasinya.
Seorang sejarawan sekaligus penulis buku asal Israel “Yuval Noah Harari” juga memberi perhatian terhadap pandemi yang pernah melanda dunia, Yuval pun memberi statemen terkait pandemi yang saat ini sedang melanda dunia (Covid-19).
Kata Yuval, kita harus belajar dari sejarah umat manusia dalam menghadapi pandemi bahwa kita cukup menjaga jarak selama masa pandemi (phisical distance), tidak dengan menghentikan segala aktivitas provit dan menutup segala akses transportasi, karena akan berdampak buruk bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Karena walaupun segala aktivitas provit dan akses transportasi ditutup pun korban yang terjangkit virus terus bertambah bahkan kita akan mengalami disintegrasi bahkan chaos akibat korban dari pandemi terus bertambah dan perekonomian pun harus defisit, akibatnya masyarakat semakin terpuruk dari segi ekonomi akibat pandemi yang melanda dan pemerintah pun tak mampu membuat kebijakan yang meringankan beban masyarakat karna telah mengalami defisit perekonomian, Chaos dalam masyarakat seperti penjarahan toko-toko dan pasar serta penimbunan bahan-bahan pokok dan kesehatan sangat mungkin terjadi.
Statement Yuval diamini oleh beberapa negara di dunia, salah satunya adalah Korea Selatan yang hanya menerapkan kebijakan phisical distance atau menjaga jarak dalam beraktivitas dan cukup menggunakan APD dalam hal ini penutup mulut dan hidung/masker dan hasilnya Korea Selatan termasuk salah satu negara yang masyarakatnya relatif lebih sedikit terjangkit pandemi daripada negara lainnya.
Pemerintah Luwu Timur harus lebih selektif dalam memilih kebijakan yang akan iya terapkan kepada masyarakat agar laju penularan virus ini dapat melambai bukan malah terus bertambah secara signifikan.
Statement Yuval dalam menghadapi pandemi saya rasa bisa menjadi pertimbangan pemerintah Luwu Timur untuk di terapkan kepada masyarakat, dan tentu apapun kebijakan yang diterapkan pemerintah, seluruh elemen masyarakat harus kolektif agar segalanya menjadi lebih mudah dan pandemi ini dapat kita atasi se segera mungkin dan masyarakat kembali beraktivitas sebagaimana mestinya.
Wallahualam Bisshawab.