Oleh: Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, SKM, M.Kes
Ketua PERSAKMI Indonesia
Ketua PAEI SulSel
Pemimpin perubahan adalah orang yang diharapkan hadir pada situasi pandemi ini, pemimpin yang tidak nyaman dalam zona nyamannya. Pemimpin yang memiliki kemampuan menggelorakan semangat kebangsaan tentang cara-cara beradaptasi dalam perubahan yang sangat cepat dan dinamis ini.
Mengelola pandemi membutuhkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah secara komprehensif, pemimpin yang mampu melahirkan perspective baru dan menemukan solusi yang tepat. Hal ini dikarenakan kemampuan Pandemi ini melewati seluruh proyeksi dan melampaui seluruh aspek kultural.
Covid-19 yang sangat dinamis ini memerlukan informasi yang tepat, analisis, dan penyelesaian yang bersifat urgen. Covid-19 adalah kehidupan baru yang tidak kompatibel dengan cara cara lama dalam menyelesaikan masalah. Covid ini membutuhkan ide baru dan inovasi baru. Inovasi dari sektor hulu hingga hilir.
Inovasi di sektor hulu yang dibutuhkan diantaranya, teknologi cerdas mendeteksi orang tanpa gejala (OTG), contact tracing, teknologi sederhana dalam pemetaan kasus, aplikasi implementasi protokol kesehatan yang tepat, teknologi deteksi dini dengan presisi akurasi tinggi. Booster nutrisi dan imun yang handal dan masih banyak lagi. Untuk teknologi pada sektor hilir misalnya; ventilator produksi anak bangsa.
Kecepatan inovasi teknologi yang relevan sedang diuji pada situasi pandemi ini. Apakah kecepatan pelipatgandaan teknologi dapat mengikuti dan atau melampaui kecepatan pandemi Covid-19.
Kaum teknokrat yang selalu mendewakan kemampuan ilmu dan teknologi dalam menyelesaikan masalah dituntut untuk segera turun gunung, jangan hanya di ruang-ruang seminar ilmu itu di sampaikan, sekarang disilakan mengeluarkan seluruh kemampuan teknologi terbaiknya dalam pengendalian covid-19 ini. Apakah artificial intelligence pada teknologi gen 4 yang didewakan selama ini mampu mengontrol Covid-19?
Mengelola pandemi Covid-19 dari aspek yang lain adalah membangun kemandirian baru bidang ekonomi berbasis ketahanan wilayah. Pemimpin perubahan sangat perlu memahami pendekatan ini, pada saat jalur transportasi terkunci atau mengalami hambatan maka tingkat ketahanan wilayah sangat menentukan survival penduduk.
Kemampuan resiliensi harus terus digelorakan melalu kolaborasi, bersinergi secara produktif, beradaptasi dan menghormati kelompok kelompok yang berbeda.
Mengelola pandemi Covid-19 membutuhkan kolaborasi sangat kuat untuk memunculkan keunggulan kompetitif dalam meraih tujuan pengendalian yang maksimal.
Manajement krisis Covid-19 dikelompokkan ke dalam tiga ancaman yang perlu dipahami, yaitu:
Perhatian utama adalah keselamatan publik (public safety), kegagalan mengelola public safety ini secara intensif akan merusak sektor ekonomi dan reputasi organisasi/pemerintah atau masyarakat.
Berbasis pisau analisis management crisis Covid-19 tersebut, ada hal yang relatif menyimpang dalam mengelola covid-19 di Indonesia. Sekuensial pengendalian tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Kekhawatiran pada aspek loss economic yang memiliki bobot lebih besar menjadi pertimbangan otoritas dalam menyelesaikan pandemic ini. Dengan kebijakan tersebut maka, masyarakat baik dalam maupun luar negeri menjustifikasi dan memberikan reputasi buruk dalam dalam mengelola crisis Covid-19 di Indonesia.
Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana respon global terhadap pembatasan perjalanan (travel ban) bagi masyarakat Indonesia ke luar negeri dalam batas waktu yang tidak ditentukan. Penguncian wilayah yang dihindari dari awal, sekarang justru dikunci dari dan oleh negara-negara lain. []
Editor: Tim Redaksi