Kekerasan Jender Secara Online: Tantangan dan Solusinya di Era Digital

waktu baca 5 menit
Rabu, 18 Des 2024 20:19 0 1281 Tim Redaksi
 

Editorial, MALILIPOS – Kekerasan berbasis gender (KBG) tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga semakin marak di dunia maya.

Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi beberapa tahun terakhir, kekerasan berbasis gender secara online telah menjadi masalah serius yang merusak hak asasi manusia.

Selain itu, juga menciptakan ruang digital yang tidak aman, terutama bagi perempuan, anak perempuan, dan kelompok gender marginal lainnya.

Redaksi MaliliPos.com menulis editorial untuk mendukung pelaksanaan kegiatan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Jender Berbasis Online, Sabtu, 21 Desember 2024 di Baruga Anging Mammiri, Rujab Wali Kota Makassar.

Pengertian Kekerasan Jender Secara Online

Kekerasan berbasis gender secara online mengacu pada segala bentuk kekerasan yang dilakukan melalui teknologi digital dan internet, yang menargetkan individu atau kelompok berdasarkan jenis kelamin atau identitas gender mereka.

Kekerasan ini bisa terjadi melalui berbagai platform online, seperti media sosial, aplikasi pesan instan, forum diskusi, atau bahkan dalam bentuk pelecehan melalui email atau situs web.

Bentuk-bentuk kekerasan jender secara online ini bisa mencakup:

  1. Pelecehan Verbal dan Seksual: Pengiriman pesan berisi ancaman, penghinaan, atau komentar seksual yang merendahkan atau mengintimidasi.
  2. Penyebaran Konten Pribadi Tanpa Izin: Penyebaran foto atau video pribadi (seperti foto intim atau mesra) tanpa izin, yang sering kali diiringi dengan niat untuk merendahkan martabat korban.
  3. Cyberstalking: Penguntitan secara digital, di mana pelaku terus-menerus mengawasi atau mengancam korban dengan cara yang mengganggu secara emosional.
  4. Doxxing: Penyebaran informasi pribadi seseorang (seperti alamat rumah, nomor telepon, atau tempat kerja) dengan tujuan untuk merusak reputasi atau membahayakan keselamatan korban.
  5. Hate Speech atau Ujaran Kebencian: Menggunakan platform digital untuk menyebarkan ujaran kebencian atau diskriminasi terhadap seseorang berdasarkan gender atau orientasi seksual mereka.

Dampak Kekerasan Jender Secara Online

Kekerasan berbasis gender secara online dapat berdampak serius baik pada tingkat psikologis maupun sosial bagi korban. Beberapa dampak yang sering terjadi antara lain:

  1. Trauma Psikologis: Korban kekerasan online, terutama pelecehan seksual atau ancaman, sering mengalami stres emosional, kecemasan, depresi, dan bahkan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Ketidakamanan dalam dunia maya bisa mengganggu kesehatan mental dan fisik mereka.
  2. Isolasi Sosial: Perasaan tidak aman dan ketakutan akan kekerasan yang terjadi di dunia maya dapat menyebabkan korban menarik diri dari platform sosial atau bahkan dari kehidupan sosial mereka secara lebih luas. Ini bisa menyebabkan kesepian dan keterasingan.
  3. Reputasi yang Rusak: Penyebaran informasi pribadi atau foto-foto sensitif dapat merusak reputasi korban, mempengaruhi karier, pendidikan, atau hubungan pribadi mereka. Hal ini seringkali sulit untuk diperbaiki, bahkan setelah kekerasan itu berhenti.
  4. Penyalahgunaan Sistem Hukum: Banyak korban merasa bahwa sistem hukum tidak cukup tanggap atau tidak mampu melindungi mereka dari kekerasan online, mengingat hukum yang ada sering kali tertinggal dari perkembangan teknologi.

Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan Jender Secara Online

Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap maraknya kekerasan berbasis gender di dunia maya antara lain:

  1. Anonymity (Anonimitas): Anonimitas di dunia maya memberi pelaku kebebasan untuk bertindak tanpa takut terkena dampak langsung. Ini sering memudahkan mereka untuk melakukan pelecehan atau kekerasan tanpa rasa takut akan konsekuensi hukum atau sosial.
  2. Norma Sosial dan Stereotip Gender: Pandangan sosial yang mendalam tentang peran gender tradisional sering kali memperburuk diskriminasi terhadap perempuan dan kelompok gender marginal. Kekerasan online menjadi saluran ekspresi bagi pandangan seksis yang ada di dunia nyata.
  3. Keterbatasan Akses ke Pendidikan Digital: Tidak semua orang memiliki pemahaman yang cukup tentang bagaimana melindungi diri mereka secara online, baik dari sisi keamanan maupun etika. Ketidaktahuan ini membuat mereka lebih rentan terhadap kekerasan berbasis gender.
  4. Kesadaran yang Kurang tentang Hukum dan Perlindungan: Di banyak negara, hukum yang melindungi korban kekerasan berbasis gender online masih lemah atau tidak cukup jelas. Selain itu, tidak semua orang tahu bagaimana cara melaporkan atau mendapatkan perlindungan hukum dalam kasus kekerasan di dunia maya.

Upaya Mengatasi Kekerasan Jender Secara Online

Menghadapi tantangan kekerasan berbasis gender secara online membutuhkan kolaborasi antara individu, masyarakat, dan pemerintah.

Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:

  1. Pendidikan dan Literasi Digital: Mengedukasi masyarakat, terutama perempuan dan kelompok marginal, mengenai hak-hak mereka di dunia maya serta cara melindungi diri mereka secara digital adalah langkah pertama yang penting. Program pelatihan tentang keamanan siber dan etika digital bisa membantu meningkatkan pemahaman tentang dampak kekerasan online.
  2. Peran Platform Digital: Platform media sosial dan perusahaan teknologi perlu lebih responsif terhadap laporan kekerasan berbasis gender, dengan menyediakan mekanisme pelaporan yang mudah dan efisien. Mereka juga harus mengimplementasikan algoritma yang bisa mendeteksi dan menghentikan penyebaran konten negatif secara lebih cepat.
  3. Perlindungan Hukum yang Lebih Kuat: Pemerintah perlu menyusun dan memperbarui undang-undang yang melindungi korban kekerasan berbasis gender secara online, serta meningkatkan penerapan hukum untuk memberikan keadilan bagi para korban. Perlindungan hukum harus mencakup tidak hanya pemidanaan terhadap pelaku, tetapi juga dukungan psikologis dan perlindungan bagi korban.
  4. Advokasi dan Kesadaran Publik: Meningkatkan kesadaran publik tentang kekerasan berbasis gender secara online adalah kunci untuk menciptakan budaya yang lebih peduli dan responsif terhadap masalah ini. Organisasi masyarakat sipil dan aktivis harus terus mendorong perubahan sosial dan hukum untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman.

Kekerasan berbasis gender secara online merupakan masalah serius yang mempengaruhi banyak individu di seluruh dunia, terutama perempuan dan kelompok marginal.

Tantangan yang dihadapi dalam mengatasi masalah ini sangat kompleks, mengingat cepatnya perkembangan teknologi dan kurangnya perlindungan hukum yang memadai.

Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi antara semua pihak — pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil — untuk menciptakan dunia maya yang lebih aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan berbasis gender. (*)

Redaksi MaliliPos