MALILIPOS.COM – Di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) saat ini, masyarakat juga diramaikan oleh menjamurnya informasi hoax yang berseliweran di berbagai media, khususnya media sosial dan aplikasi percakapan WhatsApp.
Yang terbaru, adalah viralnya video tentang ‘uang suap’ pihak rumah sakit di Manado kepada keluarga pasien yang meninggal dunia, agar jenazah pasien itu dikebumikan sesuai protokol Covid-19.
Padahal, informasi tersebut merupakan hoax yang tidak benar sama sekali sebagaimana telah dikonfirmasi oleh pihak Rumah Sakit dan Tim Gugus Tugas Covid-19 Sulawesi Utara.
Akibatnya, berbagai cemoohan dan makianpun terlontar kepada para tenaga medis yang telah berjibaku melayani pasien di tengah ancaman terinfeksi virus Corona.
Terkait fenomena ini, MaliliPos.com menghubungi dr. Irfan, Sp.PK, seorang Trainer Covid-19 bersertifikat bidang komunikasi publik yang saat ini berdomilisi di Kabupaten Luwu Timur.
Sebelum ini, Irfan telah menyelesaikan pelatihan “The Covid-19 Response Training of Trainers” yang dilaksanakan oleh Project HOPE bekerjasama dengan CHR&HS Brown University, Rhode Island, Amerika Serikat.
Kepada MaliliPos.com, Irfan menjabarkan bahwa mudahnya masyarakat percaya informasi hoax sebenarnya merupakan persoalan bangsa sejak dulu.
“Ini sudah dari dulu sejak sebelum medsos bertebaran di muka bumi. Hoax yang kita kenal sekarang, dulu namanya adalah kabar burung. Yang kemudian semakin menjadi-jadi setelah adanya media sosial,” katanya memulai percakapan.
Menurutnya, khusus untuk hoax seputar Covid-19, akar masalah sesungguhnya terletak pada persoalan karakter di berbagai aspek.
“Pertama, karakter masyarakat kita yang gampang percaya dan malas mencari sumber berita yang lain untuk konfirmasi. Intinya adalah gampang percaya, malas membaca,” ujarnya.
“Kedua adalah soal karakter media. Media kita karakternya mulai tidak sabaran. Berlomba untuk menjadi nomor satu satu memberitakan. Itu sah saja dan penting,” lanjut Irfan.
Irfan yang pernah menggawangi Lembaga Pers Mahasiswa Kedokteran Unhas SINOVIA ini melanjutkan, masalah hoax mulai timbul karena media kemudian mulai kehilangan kesabaran untuk mencari sumber informasi dari dua sisi (cover both side).
“Ketidaksabaran media ini membuat berita menjadi pincang. Dan saya kira tidak layak jadi berita, tapi hanya cerita,” bebernya.
Persoalan berikutnya, sambung Irfan, adalah karakter “orang-orang pintar” yang kadang telah melampaui batas.
Ia lantas menyoroti banyaknya orang yang berbicara soal Covid-19 diluar jangkauan keilmuannya dan menafikan batas-batas kompetensi dan kewenangan yang dimilikinya.
“Semua tiba-tiba jadi pakar yang justru sedang membunuh kepakaran. Sikap seperti ini tak ada gunanya sedikitpun. Hanya bikin bingung masyarakat,” keluh dokter spesialis Patologi Klinik ini.
Irfan meneruskan, hal terakhir yang turut berkontribusi dalam berkembangnya hoax akhir-akhir ini adalah karakter dari para pemimpin.
Menurutnya, karakter pemimpin dalam masa pandemi Covid-19 saat ini adalah faktor yang paling berpengaruh.
“Hari ini begitu banyak kita saksikan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah gagal diterapkan secara konsekuen oleh pemerintah sendiri. Lalu kemudian masyarakat bertanya: siapa lagi yang kita bisa percaya?,” timpalnya.
Dirinya menyimpulkan, persoalan karakter seperti inilah yang kemudian berkumpul bersatu-padu membentuk masyarakat yang gampang percaya hoax.
Irfan yang juga Ketua IDI Luwu Timur percaya, hanya dengan memperbaiki persoalan karakter tersebut, hoax bisa dikendalikan. **
Reporter: A. Qauliyah Editor: Tim Redaksi