MALILIPOS.COM – Kementerian Perdagangan (Kemendag) minggu lalu membakar pakaian bekas impor senilai Rp 9 miliar di Karawang dalam rangka penegakkan hukum terkait larangan impor pakaian bekas.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa aturan ini adalah untuk melindungi industri tekstil Indonesia yang dirugikan oleh pakaian impor bekas yang dijual dengan harga yang murah. Akibatnya, masyarakat lebih memilih pakaian bekas impor ketimbang produk lokal.
Kemendag juga mengklaim bahwa larangan ini terkait dengan kesehatan. Sebab, tes laboratorium menunjukkan bahwa pakaian bekas mengandung jamur yang berbahaya untuk kesehatan kulit meskipun sudah dicuci berulang kali.
Selain membakar pakaian impor ilegal, Zulkifli mengatakan pihaknya juga sedang mencari para pelaku yang mengimpor pakaian bekas.
Padahal, toko-toko daring maupun luring yang menjual barang bekas atau thrift shop banyak yang merupakan usaha kecil menengah (UKM) dan meningkatkan perekonomian melalui bisnis ini. Thrift shop digemari masyarakat karena menawarkan barang berkualitas dengan harga murah.
Menanggapi pakaian bekas impor yang sudah banyak beredar di pasaran, Kemendag mengatakan bahwa pemerintah tidak melarang penjualan pakaian bekas impor, namun hanya melarang importasinya. Kemendag mengatakan ini karena mereka sulit mengidentifikasi barang impor ilegal dan barang bekas lokal.
Hal ini menjadi rancu mengingat pakaian impor hanya bisa dijual jika impor diperbolehkan. Selain itu, ini berarti ancaman kesehatan pakaian bekas yang dikemukakan Kemendag akan tetap ada di lapangan karena penjualannya masih diperbolehkan.
Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, mengapresiasi langkah pemerintah untuk melaksanakan peraturan larangan impor pakaian bekas karena telah menekan industri tekstil lokal.
Di sisi lain, di luar pro dan kontra dari aturan ini, penegakkan hukum ini tentu merugikan UKM yang menjalankan bisnis thrift shop dan membatasi opsi belanja pakaian konsumen.