(Catatan Jelang Mubes Unifikasi KKLR – KKTL)
Oleh: Asri Tadda
(Direktur The Sawerigading Institute, Pengurus Kerukunan Keluarga Luwu Timur)
Tak lama lagi sebuah peristiwa kultural yang cukup besar akan digelar di Makassar. Dua buah induk organisasi kekeluargaan yang menghimpun para Wija to Luwu akan coba disatukan dalam sebuah wadah baru.
Adalah Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) yang saat ini dipimpin oleh Buhari Kahar Muzakkar dan Kerukunan Keluarga Tana Luwu (KKTL) besutan Andi Arus Victor yang akan bersua dalam forum yang dihelat pada 21-22 November 2021.
Momentum unifikasi ini patut kita dukung sepenuhnya. Bagaimanapun, dualisme kelembagaan yang menghimpun anggota yang sama bukanlah hal yang baik. Pada banyak aspek, dualisme justru semakin melemahkan eksistensi sehingga sulit memberi kontribusi yang berarti.
Unifikasi bisa menyatukan dan meneguhkan kembali cita-cita mulia sebagai Wija to Luwu; apa dan bagaimana seharusnya kita memberikan kontribusi bagi kemajuan Tana Luwu secara khusus, serta bagi bangsa dan Negara Indonesia secara umum.
Unifikasi juga tentu akan menambah bargaining power organisasi yang pada gilirannya dapat memudahkan terjalinnya komunikasi dan partisipasi sosial politik di semua level kemasyarakatan.
Karena basisnya adalah organisasi kekeluargaan, maka semua proses yang berlaku di dalam upaya unifikasi ini sedapat mungkin mengedepankan prinsip dan nilai-nilai dalam lazimnya sebuah keluarga.
Hanya saja, sebagai sebuah organisasi, prinsip-prinsip kekeluargaan juga tidak boleh mencederai tata kelola yang menjadi roh dalam organisasi, khususnya aturan main yang termaktub dalam Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah Tangga (ART) yang menjadi konstitusi organisasi.
Imunitas Organisasi
Ibarat tubuh manusia, organisasi juga memiliki sistem daya tahan internal yang bisa kita sebut sebagai “imunitas organisasi”. Hal ini sangat berperan dalam menjaga eksistensi organisasi ketika berhadapan dengan aneka konflik yang terjadi, baik secara internal maupun eksternal.
Konflik dan dinamika sesungguhnya tidak bisa dihindarkan dalam perjalanan organisasi karena di dalamnya terhimpun banyak kepala dengan keinginan personal masing-masing. Nah, berorganisasi merupakan proses meluruhkan keinginan-keinginan personal tersebut menjadi sebuah cita-cita komunal.
Karena itu, maka hal yang paling esensial dilakukan untuk menumbuhkan imunitas organisasi adalah dengan menjalankan roda organisasi sesuai dengan mekanisme dan aturan main sebagaimana termaktub dalam konstitusi organisasi itu sendiri.
Itulah sebabnya, menyusun konstitusi sebuah organisasi tidak boleh dilakukan asal-asalan. Konstitusi organisasi idealnya harus mampu menggambarkan untuk apa sebuah organisasi dibentuk. Ini menyangkut pada sekurang-kurangnya tentang landasan berpikir, visi dan misi serta aturan main untuk mencapai tujuan organisasi tersebut didirikan.
Semakin jelas dan komplit konstitusi organisasi, maka semakin mudah organisasi itu dijalankan untuk mencapai tujuannya. Hanya organisasi yang berpegang teguh pada konstitusinya sendirilah yang bakal mampu bertahan pada segala dinamika konflik yang melingkupinya.
Kelembagaan
Organisasi yang akan lahir dari proses unifikasi KKLR – KKTL nanti diharapkan menjadi satu-satunya yang melingkupi semua Wija to Luwu dimanapun berada. Karena itu, merumuskan struktur kelembagaan yang aspiratif dan prospektif tentu juga harus masuk dalam prioritas pemikiran.
Bagaimanapun, organisasi hasil unifikasi nanti sudah harus menggaung secara nasional dengan struktur kelembagaan yang menjangkau hingga ke setiap wilayah di mana para Wija to Luwu berada. Pasalnya, mau tak mau organisasi ini tentu akan beririsan dengan upaya politik pembentukan propinsi Tana Luwu di masa mendatang.
Selain itu, struktur kelembagaan yang terbentuk dan menjangkau setiap Wija to Luwu di manapun berada tentu akan melahirkan perasaan memiliki dari setiap anggota keluarga Wija to Luwu, yang pada gilirannya akan melahirkan partisipasi anggota.
Harus diakui, selama ini baik KKLR maupun KKTL hanya dikenal di kalangan elit Wija to Luwu saja. Belum menjangkau luas hingga ke masyarakat biasa Wija to Luwu. Padahal di sinilah substansi dari sebuah organisasi berbasis semangat kekeluargaan; tidak boleh ada yang merasa terabaikan. Semua harus merasa memilikinya.
Hanya dengan struktur kelembagaan disertai dengan aturan main yang jelas, lalu digawangi oleh figur pemimpin berkapasitaslah yang bisa membawa organisasi hasil unifikasi KKLR-KKTL ini bisa mencapai cita-cita besar mewujudkan spirit Tana Luwu sebagai Wanua Mappatuo Naewai Alena.
Bersatulah, duhai para Wija to Luwu! (*)